• ,


      Di masa mudanya, ia seorang penggembala. Tatkala itu, belumlah balig usianya, disusurinya jalan-jalan setapak di bukit, jauh dari keramaian orang-orang di Mekkah, untuk menggembalakan domba-domba milik Uqbah bin Mu'aith, salah seorang kepala suku Quraisy. Orang-orang memanggilnya "Ibnu Ummi Abd" (anak dari budak perempuan). Namun namanya yang sebenarnya adalah Abdullah, dan ayahnya bernama Mas'ud.



      Kabar tentang seorang Nabi yang muncul di tengah-tengah masyarakat telah sampai di telinganya. Namun hal itu tak mengusiknya karena usianya yang masih begitu muda dan sehari-hari pun ia berada jauh dari penduduk Mekkah di luar sana. Sudah lazim baginya pagi-pagi sekali ia pergi menggembala dan tak kembali hingga petang menjelang.

      Suatu hari, Abdullah melihat dua orang, paruh baya usianya dan tampak bermartabat, mendatanginya dari kejauhan. Keduanya tampak sangat kelelahan. Haus dahaga terlihat dari bibir dan mulut mereka yang kering. Kedua orang itu menghampirinya, mengucapkan salam lalu berkata: "Hai anak muda, cobalah kau perah susu domba-domba ini agar kami bisa melepas dahaga dan memulihkan tenaga kami."

      "Tidak bisa, tuanku," jawab si anak muda. "Gembalaan ini bukan milikku. Aku hanya ditugaskan menjaga mereka."
      Kedua orang itu tak membantahnya. Sebaliknya, meski sangat kehausan, mereka senang dengan jawaban yang jujur dari anak muda itu. Ada rona kebahagiaan di wajah mereka.
      Dua orang itu adalah Rasulullah SAW bersama salah seorang sahabatnya, Abu Bakar Siddiq r.a. Hari itu mereka pergi menuju perbukitan Mekkah, menghindar dari sebuah upaya penganiayaan orang-orang Quraisy terhadap mereka.
      Sang anak muda tampak terkesan oleh sosok Nabi dan sahabatnya itu. Ia pun lalu akrab dan bersahabat dengan mereka.

      Tak butuh waktu lama bagi Abdullahbin Mas'ud untuk kemudian menjadi seorang Muslim, lalu menawarkan dirinya untuk melayani Rasulullah. Nabi setuju, dan semenjak hari itu, Abdullah bin Mas'ud berhenti menggembalakan domba dan mulai melayani kebutuhan-kebutuhan Nabi.
      Abdullah bin Mas'ud menjadi orang yang sangat dekat dengan Rasulullah. Ia membantu menyiapkan kebutuhan Beliau baik di dalam maupun di luar rumah, menemani dalam perjalanan, membangunkan dari tidurnya, menutupi dengan kain tatkala Beliau mandi, membawakan barang-barang dan siwak (sikat gigi) serta berbagai kebutuhan pribadi lainnya.

      Abdullah bin Mas'ud memperoleh pelatihan khusus di dalam rumahtangga Rasulullah. Ia senantiasa dibimbing oleh Beliau, meniru tata cara Beliau, mengikuti setiap tindak-tanduknya, sampai-sampai kata orang: "Ia orang yang paling mirip dengan kepribadian Rasulullah."
      Abdullah belajar di "sekolah" Nabi. Ia pembaca Al-Qur'an terbaik di antara para sahabat dan termasuk yang paling paham tentangnya. Ia lah yang paling alim tentang Syariat. Tak ada yang lebih dapat menggambarkan tentang hal ini selain kisah seseorang yang datang kepada Umar bin Khattab r.a. tatkala ia berdiri di Padang Arafah, orang itu berkata:
      "Wahai Amirul Mu'minin, aku datang dari Kufah, di sana ada seorang yang banyak berbicara isi Al-Qur'an hanya dari ingatan di kepalanya saja." Umar menjadi marah dan gusar. "Siapa dia?" tanya Umar. "Abdullah bin Mas'ud," jawab orang itu. Mendengar jawaban itu, reda lah hati Umar dari kemarahannya, lalu ujarnya: "Demi Allah, tiada kutemui seseorang yang lebih baik mengenai hal ini selain dia. Kuceritakan sesuatu kepadamu." Lanjut Umar: "Suatu malam, Rasulullah sedang berbicara dengan Abu Bakar tentang situasi Kaum Muslim saat itu. Aku pun ada di sana. Lalu Rasulullah keluar, dan begitu pula kami bersama Beliau. Tatkala melewati masjid, ada seseorang yang tak kami kenali sedang berdiri shalat di sana. Rasulullah berhenti dan mendengarkan orang itu, lalu berkata kepada kami: 'Barangsiapa ingin membaca Al-Qur'an persis seperti ketika ia diturunkan, maka bacalah sebagaimana Ibnu Ummi Abd membacanya.'”

      Selepas sholat, tatkala Abdullah sedang duduk berdoa, Rasulullah berkata: "Mintalah, maka akan dikabulkan bagimu. Mintalah, maka akan dikabulkan bagimu." Umar melanjutkan kisahnya, "Batinku, biarlah kutemui Abdullah bin Mas'ud ini dan menceritakan kabar baik kepadanya bahwa Rasulullah telah menjamin doa-doanya itu terkabul. Aku pun segera beranjak menemuinya, namun kudapati Abu Bakar telah pergi terlebih dulu dan menceritakan kabar baik itu kepadanya. Demi Allah, aku belum pernah mengalahkan Abu Bakar dalam lomba kebaikan seperti ini."
      Abdullah bin Mas'ud memperoleh pengetahuan sedemikian baik tentang Al-Qur'an sampai ia mengatakan, "Demi Dia yang tiada tuhan selain-Nya, tidak ada satu ayat pun dari Kitabullah yang turun tanpa sepengetahuanku, di mana turunnya, dan dalam situasi apa. Demi Allah, jika ada seseorang yang lebih tahu tentang Kitabullah, akan kulakukan apapun untuk belajar darinya."
      Abdullah tidaklah berlebihan atas apa yang diucapkannya itu. Suatu kali, Khalifah Umar berpapasan dengan rombongan kafilah di perjalanan. Kala itu hari sudah gelap dan wajah orang-orang di dalam kafilah itu tak lagi terlihat jelas. Umar tak menyadari bahwa Abdullah bin Mas'ud berada di antara rombongan itu.

      "Dari mana kalian?" tanya Umar.
      "Dari ‘fajj amiq’ (lembah yang jauh)," ujar seseorang di dalam kafilah, menyebut sebuah istilah yang sangat khas dipakai di dalam Al-Qur'an (lihat misalkan di Q.S. Al-Hajj [22]: 27).
      "Lalu mau kemana?" tanya Umar lagi.
      "Kami mau ke ‘baytul ‘atiq’ (rumah tua)," jawabnya. Lagi-lagi, orang tersebut memakai salah satu sebutan khas Al-Qur'an dalam merujuk Baitullah, Mekkah (lihat misalkan di Q.S. Al-Hajj [22]: 29).
      "Rupanya ada seorang alim di antara mereka," bisik Umar dan ia memerintahkan seseorang untuk menanyakan lebih jauh.
      "Ayat mana yang paling hebat di dalam Al-Qur'an?"
      "Allah. Tidak ada tuhan selain-Nya, yang hidup kekal, lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya). Tidak mengantuk dan tidak tidur," jawab orang itu seraya mengutip Ayat Kursi (Q.S. Al-Baqarah [2]: 255).
      "Ayat mana yang paling jelas dalam perkara keadilan?"
      "Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat," jawabnya (lihat Q.S. An-Nahl [16]: 90).
      "Lalu mana yang paling meliputi seluruhnya?"
      "Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sebesar zarah, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya pula." (Lihat Q.S. Al-Zalzalah [99]: 7-8).
      "Yang paling memberi harapan?" 
      "Katakanlah. Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Lihat Q.S. Az-Zumar [39]: 53).
      Maka Umar pun bertanya:
      "Adakah Abdullah bin Mas'ud di antara kalian?"
      "Ada, demi Allah," jawab orang-orang di dalam kafilah.

      * * *



      Abdullah bin Mas'ud tak hanya seorang pembaca Al-Qur'an yang piawai, seorang alim dan hamba yang bersungguh-sungguh. Dia juga petarung yang berani dan kuat, dan sangat berbahaya jika situasi menghendakinya demikian.
      Suatu hari, para sahabat berkumpul di Mekkah. Bilangan mereka masih sedikit, lemah, dan tertindas. Mereka mengatakan, "Orang-orang Quraisy belum pernah mendengar Al-Qur'an dibacakan secara terbuka dan lantang. Siapa yang mampu membacakannya?"
      "Biar aku yang melakukannya," ujar Abdullah bin Mas'ud mengajukan diri. "Kami khawatir terhadapmu," tukas mereka. "Sebaiknya dilakukan orang dalam persukuan atau keluarga saja, sehingga bisa melindungi dari upaya jahat mereka."
      "Biar aku saja," desak Abdullah bin Mas'ud, "Allah akan menjaga dan melindungiku." Maka ia beranjak menuju masjid sampai ke Maqam Ibrahim (yang berada sekian langkah saja dari Ka'bah).
      "Biar aku saja," desak Abdullah bin Mas'ud, "Allah akan menjaga dan melindungiku." Maka ia beranjak menuju masjid sampai ke Maqam Ibrahim(yang berada sekian langkah saja dari Ka'bah). Kala itu fajar menyingsing dan orang-orang Quraisy duduk-duduk di sekeliling Ka'bah. Abdullah menghentikan langkahnya dan mulai membacakan dengan lantang:
      "Bismillahirrahmaanirrahiim. Ar-Rahmaan. 'Allama Al-Quran. Khalaqa Al-Insaan. 'Allamahu Al-Bayaan. Dengan asma Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Tuhan Yang Pemurah. Yang telah mengajarkan Al-Qur’an. Dia menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara..." (Lihat Q.S. Ar-Rahmaan [55]: 1-4).

      Dibacanya ayat-ayat itu satu demi satu. Orang-orang Quraisy tampak menyimak dan terkesima, lalu salah seorang bertanya: "Apa yang dibaca oleh Ibnu Ummi Abd itu?" Tatkala mereka berangsur-angsur menyadarinya, mereka pun berteriak: "Kurang ajar dia! Ia membacakan apa yang dibawa Muhammad!"
      Mereka memburu dan memukuli wajahnya, sementara bibirnya tetap membacakan ayat-ayat dari Kitabullah. Tatkala ia kembali kepada para sahabatnya, darah mengalir di wajahnya.
      "Inilah yang kami takutkan," ujar para sahabat. "Demi Allah," jawab Abdullah, "musuh-musuh Allah itu kini tak lebih tenang dari keadaanku sekarang. Jika kalian mau, aku akan kembali lagi esok hari dan membacakannya lagi kepada mereka." "Cukup bagimu," jawab mereka. "Engkau telah memperdengarkan kepada mereka sesuatu yang mereka benci."
      Abdullah bin Mas'ud hidup sampai pada masa kekhalifahan Utsman r.a. Tatkala ia terbujur sakit di ranjang kematiannya, Utsman datang menjenguk dan berkata:
      "Sakit apa yang kau derita?"
      "Dosa-dosaku."
      "Apa yang kau inginkan?"
      "Rahmat Tuhanku."
      "Maukah kubawakan upah-upahmu yang tak pernah kau ambil bertahun-tahun itu?"
      "Aku tak membutuhkannya."
      "Kalau begitu, biar untuk anak-anak perempuanmu sepeninggalmu."
      "Kau khawatirkan anak-anakku jatuh miskin? Aku sudah perintahkan mereka membaca Surah Al-Waaqi'ah setiap malam, karena aku mendengar Rasulullah berkata, ‘Siapa saja membaca Al-Waaqi'ah setiap malam, takkan tertimpa kemiskinan selama-lamanya.’"
      Malam itu, Abdullah pergi menemui Tuhannya, sementara lidahnya masih terlihat basah oleh dzikir dan bacaan ayat-ayat dari Kitab-Nya.

      (Diterjemahkan dari buku "Companions of Prophet" v. 1, karya Abdul Wahid Hamid)

      ,

      Umar bin Khatab pernah menulis sebuah surat jawaban kepada Abu Ubaidah Bin Al-Jarah dan Mu'adz bin Jabal dengan isi diantaranya, artinya adalah sebagai berikut:
      " … Dan anda telah menulis surat yang mengingatkan saya bahwa pada akhir zaman nanti umat ini akan kembali kepada kondisi dimana mereka bersaudara secara lahir tetapi batin mereka bermusuhan. Maka anda tidak termasuk mereka, dan sekarang ini belum zamannya. Pada zaman itu akan timbul sikap cinta dan benci, dan cinta sebagian manusia pada waktu itu ialah kepada kepentingan dunia mereka."
      Apakah keadaan yang demikian ini sudah sampai kepada zaman kita atau belum, masing-masing diri kita bisa merasakan sendiri. Apakah kita dapat terhindar dari kondisi yang seperti itu dan kemudian keluar dari kondisi buruk yang seperti itu ?, Namun sebuah zaman membuahkan sebuah generasi yang bertabiat yang demikian tentu ada penyebabnya, sebagaimana dari hadist-hadist Rasulullah yang lainnya
      Bahwa Nabi saw. menaiki salah satu bangunan tinggi di Madinah, kemudian beliau bersabda: Apakah kalian melihat apa yang aku lihat? Sesungguhnya aku melihat tempat-tempat terjadinya fitnah di antara rumah-rumahmu sepertihalnya turunnya air hujan (Shahih Muslim No.5135)
      Banyak sekali sifat-sifat buruk yang dimiliki oleh umat manusia yang dapat diperbaiki dan dibersihkan dengan cara rajin berta'at dan tunduk kepada Allah SWT dengan mengikuti Al-Qur'an dan As-Sunnah. Namun bila manusia telah membiarkan disekitar mereka membanjir kebiasaan-kebiasaan buruk, dan perilaku-perilaku buruk, sebagaimana hujan yang jatuh diantara celah-celah rumah mereka maka kemuliaan ajaran islam akan terkendala masuk kedalam hati, sebaliknya perilaku buruk akan sedikit demi sedikit tumbuh didalam hati sebagaimana karat pada sebuah besi atau jamur pada sebuah kayu lapuk, dan akhirnya merusak dan menghancurkannya.
      Jaman akhir, jaman yang banyak dipenuhi dengan ujian, bercampurnya berbagai budaya umat manusia sedunia, antara yang baik dan yang buruk, telah merubah kepribadian manusia di negri-negri muslim. Orang dapat mengais dan terlarut pada kemaksiyatan didalam kamar-kamar pribadi mereka, apakah lewat media elektronika atau yang lainnya. Pendirian yang tidak teguh pada pengamalan amal sholih telah melunturkan sifat-sifat mulia seorang muslim. Tercampurnya yang haq dengan yang batil telah mengikis sifat-sifat mulia yang dibangun dengan susah payah oleh pengajaran islam.
      Jaman akhir, sibuknya urusan dunia, membawa manusia lalai mengerjakan tugas utama untuk selalu beribadah kepada Allah dan menyebarkan kemuliaan agama Allah di muka bumi. Manusia lebih cinta mengisi hidupnya untuk mengejar kesenangan dunia, tanpa ada tujuan akherat sedikitpun. Keindahan jiwa yang dapat tertata indah dan terjaga dengan ajaran dan bimbingan Islam yang mulia telah dibiarkan terbengkelai digantikan dengan sibuknya menata indahnya materi. Rasulullah pernah bersabda yang artinya :
      Demi yang jiwaku dalam genggamanNya. Tiada dua orang saling mengasihi lalu bertengkar dan berpisah kecuali karena akibat dosa yang dilakukan oleh salah seorang dari keduanya. (HR. Ad-Dailami)
      Sabar, sabar, sabar, mari bersama-sama meninggalkan dosa, semoga Allah menunjuki dan mengampuni kita semua dan mencintakan kita kepada kemuliaan Akhlaq
      sumber : www.mta.or.id

      ,




      Bangsa Indonesia patut bersyukur dengan semboyan yang dipegang oleh Burung Garuda Pancasila yakni Bhinneka Tunggal Ika. Semboyan tersebut menjadi inspirasi untuk menerima dengan lapang dada perbedaan yang ada diantara semua komponen bangsa demi menjaga persatuan.
      Perbedaan merupakan satu keniscayaan yang tidak bisa dihindari. Tidak ada seorang manusiapun yang berhak untuk memaksakan kehendak kepada orang lain sehingga harus mengorbankan kebhinekaan.
      Justru masing-masing komponen bangsa memiliki kewajiban moral untuk saling menghormati demi menjaga persatuan dan kesatuan. Allah Swt pun sebagai pencipta dan pemilik jagat raya tidak pernah memaksa manusia untuk Islam.
      Allah Swt berfirman : "Tidak ada paksaan dalam agama. Sesungguhnya telah jelas yang lurus dari yang bengkok".(QS.Al Baqarah 2 : 255). Allah Swt merangsang hamba-Nya untuk cerdak berpikir dan menentukan pilihan yang tepat, yakni jalan yang lurus.
      Allah Swt juga berfirman, "Katakanlah : kebenaran itu dari Tuhanmu. Barangsiapa yang mau beriman, berimanlah. Barangsiapa yang mau kafir. Kafirlah" (QS.Al Kahfi 18 : 29)
      Allah Swt memberi kebebasan penuh kepada manusia untuk memilih menjadi orang beriman atau kafir. Pada bagian akhir ayat tersebut Allah Swt menjelaskan resiko bila manusia memilih menjadi orang kafir.
      Oleh karena itu sebagai komponen bangsa yang besar hendaknya kita mengembangkan sikap lapang dada menghadapi perbedaan. Kalau kita berharap pendapat/keyakinan kita dihormati oleh orang lain maka orang lainpun berharap pendapat/keyakinannya kita hormati juga.
      Artinya menghormati kebhinnekaan itu merupakan perwujudan dari sikap adil. Allah memerintahkan umat Islam untuk bersikap adil karena adil itu lebih dekat kepada ketaqwaan (QS.Al Maidah 5 : 8)
      Begitu pentingnya persatuan dan kesatuan umat Islam bagi suksesnya dakwah Islam dan suksesnya pembangunan nasional maka menjadi kewajiban kita bersama untuk menjunjung tinggi kebhinnekaan.
      Kita samua berharap masing-masing komponen bangsa meninggalkan sikap-sikap memaksakan kehendak, intoleran dan tidak menghormati perbedaan. Berlapang dada dalam menerima perbedaan lebih mulia daripada sesak dada karena ambisi memaksakan kehendak kepada orang lain.
      Jiwa persaudaraan yang dajarkan Allah Swt (QS.Al Hujurat 49 : 10) hendaknya kita tumbuhkan diantara sesama umat Islam. Solidaritas sesama umat yang digambaran oleh Rasulullah Muhammad SAW seperti satu tubuh hendaknya kita tumbuh dan suburkan didalam dada semua umat Islam.
      Semangat kebersamaan untuk berjuang dalam satu shaf (QS.Ash Shaf 61 : 4) hendaknya kita gelorakan didalam dada. Perbedaan-perbedaan kecil yang bersifat furu'iyyah hendaknya kita singkirkan untuk menggalang kekuatan bersama demi tegaknya kalimat Allah di dunia ini dan demi tercapainya tujuan pembangunan nasional.
      Bangsa ini akan kukuh, maju berkembang menjadi besar dan dihormati oleh bangsa-bangsa lain bisa kukuh bersatu. Sebaliknya bangsa ini akan hancur luluh berantakan bila tidak bisa menjaga persatuan dan kesatuan. Perlu kita renungkan kembali pepatah "bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh".
      Al-Ustadz Drs. Ahmad Sukina
      Pimpinan Pusat Majlis Tafsir Al-Qur’an
      SOLOPOS, Jumat 20 April 2018

      , ,

      Mush’ab bin Umair, Seorang Pemuda yang Menjual Dunia Untuk Membeli Akhirat

      Mush’ab bin Umair, Seorang Pemuda yang Menjual Dunia Untuk Membeli AkhiratUsia remaja atau masa muda merupakan awalan bagi seseorang untuk mulai mengenal dan juga merasakan manisnya dunia. Pada tahap ini, banyak pemuda yang lupa dan lalai, jarang sekali terlintas pikiran akan kematian di benak mereka. Apalagi untuk mereka orang-orang yang tergolong kaya, mempunyai fasilitas hidup yang sudah dijamin orang tua. Uang saku yang cukup, tempat tinggal yang baik, Mobil yang bagus, dan kenikmatan lainnya, maka pemuda ini merasa bahwa dirinya ialah laksana seorang raja.

      Di zaman Nabi Muhammad SAW, hidup seorang pemuda yang kaya raya, berparas rupawan, dan biasa dengan kenikmatan dunia. Dia adalah Mush’ab bin Umair. Ada yang menukilkan kesan pertama al-Barra bin Azib saat pertama kali melihat Mush’ab bin Umair sampai di Madinah. Dia berkata,


      رَجُلٌ لَمْ أَرَ مِثْلَهُ كَأَنَّهُ مِنْ رِجَالِ الجَنَّةِ

      “Seorang laki-laki, yang aku belum pernah melihat orang semisal dirinya. Seolah-olah dia adalah laki-laki dari kalangan penduduk surga.”

      Dia adalah di antara pemuda yang paling kaya dan tampan di Kota Mekkah. Kemudian saat Islam datang, dia jual dunianya untuk kehidupan dan kebahagiaan kekalnya di akhirat.


      Kelahiran dan Masa Pertumbuhan Mush’ab bin Umair

      Mush’ab bin Umair dilahirkan pada masa jahiliyah, 14 tahun (atau lebih sedikit) setelah kelahiran Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dilahirkan pada tahun 571 Masehi (Mubarakfuri, 2007: 54), dan Mush’ab bin Umair dilahirkan pada tahun 585 Masehi.

      Dia adalah seorang pemuda kaya keturunan Quraisy; Mush’ab bin Umair bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Abdud Dar bin Qushay bin Kilab al-Abdari al-Qurasyi.

      Dalam Asad al-Ghabah, Imam Ibnul Atsir berkata, “Mush’ab merupakan seorang pemuda yang rapi dan tampan penampilannya. Kedua orang tuanya sangat menyayanginya. Ibunya ialah seorang wanita yang kaya raya. Sandal Mush’ab ialah sandal al-Hadrami, pakaiannya adalah pakaian yang terbaik, dan ia adalah orang Mekkah yang paling harum hingga semerbaklah aroma parfumnya, sampai meninggalkan jejak di jalan yang dia lewati.” (al-Jabiri, 2014: 19).

      Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


      مَا رَأَيْتُ بِمَكَّةَ أَحَدًا أَحْسَنَ لِمَّةً ، وَلا أَرَقَّ حُلَّةً ، وَلا أَنْعَمَ نِعْمَةً مِنْ مُصْعَبِ بْنِ عُمَيْرٍ

      “Aku tidak pernah melihat seorang pun di Mekah yang lebih rapi rambutnya, paling bagus pakaiannya, dan paling banyak diberi kenikmatan selain dari Mush’ab bin Umair.” (HR. Hakim).

      Ibunya begitu memanjakannya, sampai-sampai waktu dia tidur dihidangkan nya bejana makanan di dekatnya. Saat dia terbangun dari tidurnya, maka hidangan makanan sudah tersedia di hadapannya.

      Seperti itulah keadaan Mush’ab bin Umair. Seorang pemuda kaya yang mendapatkan begitu banyak kenikmatan dunia. Kasih sayang seorang ibu, membuatnya tidak pernah merasakan kekurangan nikmat dan kesulitan hidup .


      Menyambut Hidayah Islam

      Orang pertama yang menyambut dakwah Islam yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW adalah istri beliau Khadijah, sepupu beliau Ali bin Abi Thalib, dan anak angkat beliau Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhum. Lalu diikuti oleh beberapa orang yang lainnya. Saat intimidasi terhadap dakwah Islam yang baru saja muncul kian menguat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdakwah dengan cara sembunyi-sembunyi di rumah al-Arqam bin Abi al-Arqam radhiyallahu‘anhu. Sebuah rumah yang bertempat di bukit Shafa, cukup jauh dari pengawasan orang-orang kafir Quraisy.

      Mush’ab bin Umair yang hidup dan lahir di lingkungan jahiliyah; pecandu khamr, penyembah berhala, penggemar nyanyian dan pesta, Allah berikan cahaya di hatinya, sehingga dia mampu membedakan antara agama yang lurus dan agama yang menyimpang. Mana ajaran seorang Nabi dan mana yang hanya warsisan nenek moyang. Dengan sendirinya dia menguatkan hati dan bertekad untuk memeluk agama Islam. Dia mendatangi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di rumah al-Arqam dan menyatakan keimanannya.

      Setelah itu Mush’ab merahasiakan keislamannya sebagaimana sahabat yang lain, untuk menghindari intimidasi dari kafir Quraisy. Dalam kondisi sulit tersebut, dia tetap istiqomah dalam menghadiri majelis Rasulullah untuk menambah pengetahuannya tentang agama Islam yang baru dia peluk. Sampai akhirnya dia menjadi salah satu sahabat yang paling dalam ilmunya. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Mush’ab bin Umair ke Madinah untuk berdakwah di sana.


      Menjual Dunia Untuk Membeli Akhirat

      Suatu hari Utsmani bin Thalhah melihat Mush’ab bin Umair sedang beribadah kepada Allah Ta’ala, maka dia pun langsung melaporkan apa yang sudah dia lihat kepada ibunda Mush’ab bin Umair. Saat-saat itu ialah periode sulit dalam kehidupan Mush’ab bin Umair yang terbiasa dengan kenikmatan ini dimulai.

      Mengetahui putra tercintanya meninggalkan agama nenek moyang, ibu Mush’ab bin Umair sangat kecewa bukan kepalang. Sampai-sampai Ibunya mengancam bahwa dia tidak akan minum dan makan juga akan terus berdiri tanpa naungan, baik di malam yang dingin atau di siang yang terik, sampai Mush’ab bin Umair meninggalkan agama Islam. Saudaranya Mush’ab yakni Abu Aziz bin Umair, tidak sanggup mendengar apa yang akan dilakukan sang ibu. Lalu ia berkata, “Wahai ibu, biarkanlah dia. Sesungguhnya dia adalah seseorang yang terbiasa dengan kenikmatan. Kalau dia dibiarkan dalam keadaan lapar, pasti dia akan meninggalkan agamanya”. Akhirnya Mush’ab bin Umair pun ditangkap oleh keluarganya dan dikurung di tempat mereka.

      Hari demi hari dilalui, siksaan yang dialami Mush’ab bin Umair semakin bertambah. Bukan hanya diisolasi dari pergaulannya, Mush’ab bin Umair juga mendapatkan siksaan secara fisik. Ibunya yang dulu begitu menyayanginya, dan kini begitu tega melakukan penyiksaan terhadapnya. Sampai warna kulitnya berubah dikarenakan luka-luka bekas siksa yang menderanya. Tubuhnya pun yang dulu berisi, mulai terlihat mengurus.

      Berubahlah seketika kehidupan pemuda yang kaya itu. Tidak ada lagi satu pun fasilitas kelas satu yang dia nikmati. Makanan, minuman dan pakaiannya semuanya berubah. Ali bin Abi Thalib megatakan, “Suatu hari, kami duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di masjid. Lalu muncullah Mush’ab bin Umair dengan mengenakan kain burdah yang kasar dan memiliki tambalan. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya, beliau pun menangis teringat akan kenikmatan yang ia dapatkan dahulu (sebelum memeluk Islam) dibandingkan dengan keadaannya sekarang…” (HR. Tirmidzi No. 2476).

      Zubair bin al-Awwam berkata, “Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang duduk dengan para sahabatnya di Masjid Quba, lalu muncullah Mush’ab bin Umair dengan kain burdah (jenis kain yang kasar) yang tidak menutupi tubuhnya secara utuh. Orang-orang pun menunduk. Lalu ia mendekat dan mengucapkan salam. Mereka menjawab salamnya. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memuji dan mengatakan hal yang baik-baik tentangnya. Dan beliau bersabda, “Sungguh aku melihat Mush’ab bin Umair tatkala bersama kedua orang tuanya di Mekkah. Keduanya memuliakan dia dan memberinya berbagai macam fasilitas dan kenikmatan. Tidak ada pemuda-pemuda Quraisy yang semisal dengan dirinya. Setelah itu, ia tinggalkan semua itu demi menggapai ridha Allah dan menolong Rasul-Nya…” (HR. Hakim No. 6640).

      Saad bin Abi Waqqash radhiayallahu‘anhu megatakan, “Dahulu saat bersama orang tuanya, Mush’ab bin Umair adalah pemuda Mekah yang paling harum. Ketika ia mengalami apa yang kami alami (intimidasi), keadaannya pun berubah. Kulihat kulitnya pecah-pecah mengelupas dan ia merasa tertatih-taih karena hal itu sampai-sampai tidak mampu berjalan. Kami ulurkan busur-busur kami, lalu kami papah dia.” (Siyar Salafus Shaleh oleh Ismail Muhammad Ashbahani, Hal: 659).

      Demikianlah perubahan kehidupan pemuda Mush’ab bin Umair ketika ia memeluk agama Islam. Dia mengalami begitu banyak penderitaan secara materi. Kenikmatan-kenikmatan materi yang sebelumnya dapat dia nikmati tidak lagi ia dapatkan ketika memeluk agam Islam. Bahkan sampai dia tidak mendapatkan pakaian yang layak untuk dirinya sendiri. Dia juga mengalami penyiksaan secara fisik, sampai kulitnyapun mengelupas dan tubuhnya begitu menderita. Penderitaan yang dia alami juga bertambah dengan siksaan perasaan, saat dia melihat ibunya yang begitu di cintainya memotong rambutnya, tidak minum dan makan, kemudian berjemur di tengah panas teriknya matahari agar sang anak mau keluar dari agama Islam. Semua yang dia alami tidak membuatnya goyah keimanannya. Dia tetap berpegang teguh dengan keimanannya.


      Peranan Mush’ab bin Umair Dalam Islam

      Mush’ab bin Umair merupakan salah satu seorang sahabat nabi yang utama. Dia memiliki kecerdasan dan ilmu yang mendalam sehingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusnya untuk berdakwah untuk para penduduk Yatsrib, Madinah.

      Sesampai nya di Madinah, Mush’ab bin Umair tinggal di tempat As’ad bin Zurarah. Di sana dia mengajarkan dan mendakwahkan Islam kepada seluruh penduduk negeri tersebut, termasuk tokoh utama di Madinah seperti Saad bin Muadz. Dalam waktu yang begitu singkat, sebagian besar penduduk Madinah pun memeluk agama Allah ini. Hal ini menunjukkan bahwa kedalaman ilmu dari Mush’ab bin Umair dan pemahamanannya yang sangat baik terhadap Alquran dan sunnah, kecerdasannya dalam berargumentasi, dan bagusnya cara penyampaiannya serta jiwa yang tenang dan tidak terburu-buru.

      Kelebihannya tersebut sangat terlihat ketika Mush’ab bin Umair berhadap dengan Saad bin Muadz. Setelah sebelumnya berhasil mengislamkan Usaid bin Hudair, Mush’ab bin Umair pun berangkat menuju Saad bin Muadz. Mush’ab bin Umair berkata kepada Saad bin Muadz, “Bagaimana kiranya kalau Anda duduk dan mendengar (apa yang hendak aku sampaikan)? Jika engkau ridha dengan apa yang aku ucapkan, maka terimalah. Seandainya engkau membencinya, maka aku akan pergi”. Saad menjawab, “Ya, yang demikian itu lebih bijak”. Mush’ab bin Umair pun menjelaskan kepada Saad apa itu Islam, kemudian membacakannya Alquran.

      Saad bin Muadz memiliki kesan pertama yang mendalam terhadap Mush’ab bin Umair radhiyallahu ‘anhu dan apa yang dia ucapkan. Kata Saad bin Muadz, “Demi Allah, dari wajahnya, sungguh kami telah mengetahui kemuliaan Islam sebelum dia berbicara tentang Islam, tentang kemuliaan dan kemudahannya”. Kemudian Saad berkata, “Apa yang harus kami perbuat jika kami hendak memeluk Islam?” “Mandilah, bersihkan pakaianmu, ucapkan dua kalimat syahadat, kemudian shalatlah dua rakaat”. Jawab Mush’ab bin Umair. Saad pun melakukan apa yang diperintahkan Mush’ab bin Umair.

      Setelah itu, Saad bin Muadz berdiri dan berseru kepada kaumnya, “Wahai Bani Abdu Asyhal, apa yang kalian ketahui tentang kedudukanku di sisi kalian?” Mereka menjawab, “Engkau adalah pemuka kami, orang yang paling bagus pandangannya, dan paling lurus tabiatnya”.

      Kemudian Saad bin Muadz mengucapkan kalimat yang luar biasa, yang menunjukkan begitu besar wibawanya di sisi kaumnya dan begitu kuatnya pengaruhnya bagi mereka, Saad bin Muadz mengatakan, “Haram bagi laki-laki dan perempuan di antara kalian berbicara kepadaku sampai ia beriman kepada Allah dan Rasul-Nya!”

      Bahkan tidak sampai sore hari seluruh kaumnya pun beriman kecuali Ushairim.

      Karena taufik dari Allah, serta buah dakwah dari Mush’ab bin Umair, Madinah pun menjadi tempat pilihan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya hijrah. Dan kemudian kota itu dikenal dengan Kota Nabi Muhammad SAW (Madinah an-Nabawiyah).


      Wafatnya Mush’ab bin Umair

      Mush’ab bin Umair merupakan pemegang bendera Islam di peperangan. Pada perang Uhud, dia mendapat tugas serupa. Muhammad bin Syarahbil menceritakan akhir hayat sahabat yang mulia ini. Dia berkata:

      Mush’ab bin Umair radhiyallahu‘anhu membawa bendera perang di medan Uhud. Lalu datang penunggang kuda dari pasukan musyrik yang bernama Ibnu Qumai-ah al-Laitsi (yang mengira bahwa Mush’ab bin Umair adalah Rasulullah), lalu ia menebas tangan kanan Mush’ab dan terputuslah tangan kanannya. Lalu Mush’ab bin Umair membaca ayat:


       ۚ وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ

      “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul.” (QS. Ali Imran: 144).

      Bendera pun beralih dia pegang dengan tangan kirinya. Lalu Ibnu Qumai-ah datang kembali dan menebas tangan kirinya hingga terputus. Setelah itu Mush’ab bin Umair mendekap bendera tersebut di dadanya sambil membaca ayat yang sama:


       ۚ وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ

      “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul.” (QS. Ali Imran: 144).

      Kemudian anak panah merobohkan Mush’ab bin Umair dan terjatuhlah bendera tersebut. Setelah Mush’ab bin Umair gugur, Rasulullah menyerahkan bendera pasukan kepada Ali bin Abi Thalib (Ibnu Ishaq, Hal: 329).

      Lalu Ibnu Qumai-ah kembali ke pasukan kafir Quraisy, ia berkata, “Aku telah membunuh Muhammad”.


      Mush’ab bin Umair, Seorang Pemuda yang Menjual Dunia Untuk Membeli Akhirat

      Setelah perang telah usai, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memeriksa sahabat-sahabatnya yang gugur. Abu Hurairah mengisahkan, “Setelah Perang Uhud usai, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mencari sahabat-sahabatnya yang gugur. Saat melihat jasad Mush’ab bin Umair yang syahid dengan keadaan yang menyedihkan, beliau berhenti, lalu mendoakan kebaikan untuk Mush’ab bin Umair. Kemudian beliau membaca ayat:


      مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ ۖ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَىٰ نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ ۖ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلًا

      “Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya).” (QS. Al-Ahzab: 23).

      Kemudian beliau mempersaksikan bahwa para sahabat-sahabatnya yang telah gugur adalah syuhada di sisi Allah SWT.

      Kemudian, beliau berkata kepada jasad Mush’ab bin Umair, “Sungguh aku melihatmu ketika di Mekkah, tidak ada seorang pun yang lebih rapi penampilannya dan baik pakaiannya daripada engkau. Dan sekarang rambutmu kusut dan (pakaianmu) kain burdah.”

      Tidak ada sehelai pun kain untuk kafan yang menutupi jasadnya kecuali sehelai kain burdah. Andai ditaruh di atas kepalanya, terbukalah kedua kakinya. Sebaliknya, jika ditutupkan ke kakinya, terbukalah kepalanya. Sehingga Rasulullah bersabda, “Tutupkanlah kebagian kepalanya, dan kakinya tutupilah dengan rumput idkhir.”

      Mush’ab wafat setelah 32 bulan hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah. Saat itu usianya 40 tahun.


      Para Sahabat Mengenang Mush’ab bin Umair

      Di masa setelahnya, setelah umat Islam berjaya, Abdurrahman bin Auf radhiyallahu‘anhu yang sedang dihidangkan makanan mengenang Mush’ab bin Umair. Dia berkata, “Mush’ab bin Umair telah wafat terbunuh, dan dia lebih baik dariku. Tidak ada kain yang menutupi jasadnya kecuali sehelai burdah”. (HR. Bukhari no. 1273). Abdurrahman bin Auf pun menangis dan tidak sanggup menyantap makanan yang telah dihidangkan.

      Khabab berkata mengenang Mush’ab bin Umair, “Dia terbunuh di Perang Uhud. Dia hanya meninggalkan pakaian wool bergaris-garis (untuk kafannya). Kalau kami tutupkan kain itu di kepalanya, maka kakinya terbuka. Jika kami tarik ke kakinya, maka kepalanya terbuka. Rasulullah pun memerintahkan kami agar menarik kain ke arah kepalanya dan menutupi kakinya dengan rumput idkhir…” (HR. Bukhari no.3897).


      Penutup

      Semoga Allah meridhai Mush’ab bin Umair dan menjadikannya teladan bagi semua pemuda-pemuda Islam di penjuru dunia. Mush’ab bin Umair telah mengajarkan bahwa dunia ini tidak ada artinya dibanding dengan kehidupan akhirat yang kekal. Ia tinggalkan semua kemewahan dan kenikmatan dunia, ketika kemewahan dan kenimakatan dunia itu menghalanginya untuk mendapatkan ridha Allah SWT.

      Mush’ab bin Umair juga merupakan salah seorang pemuda yang teladan dan sangat bersemangat menuntut ilmu, mengamlakannya, serta mendakwahkannya. Dia memiliki kecerdasan dalam memahami nash-nash syariat, pandai dalam menyampaikannya, dan kuat argumentasinya.



      Sumber: www.KisahMuslim.com


      Saudaraku yang dirahmati Allah SWT, sesungguhnya agama Islam adalah agama yang sempurna dan telah mengatur berbagai macam perkara yang akan mendatangkan kebaikan bagi tiap2 hambanya. 
      Di antaranya, agama ini telah mengajarkan kepada umatnya mengenai sunah-sunah fitrah/kesucian. Sunah-sunah ini merupakan kebiasaan yang sudah dilakukan oleh orang-orang terdahulu. Maka sangatlah baik sekali jika kita memperhatikan pembahasan berikut ini.
      Memotong kuku termasuk sunnah fitrah/kesucian

      Pengertian Sunah Fitrah/Kesucian
      Pengertian Sunnah yaitu perbuatan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW, yang apabila dilakukan akan mendatangkan pahala bagi pelakunya dan jika tidak dikerjakan tidak berdosa,
      Pengertian Fitrah/Kesucian yaitu Jika dilakukan menjadikan pelakunya sesuai dengan tabiat  yang telah Allah tetapkan bagi para hambanya, yang telah dihimpun bagi mereka, Allah menimbulkan rasa cinta (mahabbah) terhadap hal-hal tadi di antara mereka, dan jika hal-hal tersebut dipenuhi akan menjadikan mereka memiliki sifat yang sempurna dan penampilan yang bagus, hal ini merupakan sunah para Nabi terdahulu dan telah disepakati oleh syariat-syariat terdahulu. Maka seakan-akan hal ini menjadi perkara yang jibiliyyah (manusiawi) yang telah menjadi tabi’at bagi mereka. (Lihat Shohih Fiqhis Sunah, I/97).
      Faedah Mengerjakan Sunah Fitrah
      Berdasarkan hasil penelitian pada Al Quran dan As Sunah, diketahui bahwa perkara ini akan mendatangkan maslahat bagi agama dan kehidupan seseorang, di antaranya adalah akan memperindah diri dan membersihkan badan baik secara keseluruhan maupun sebagiannya. (Lihat Shohih Fiqhis Sunah, I/97).
      Ibnu Hajar rahimahullah berkata, bahwa sunah fitrah ini akan mendatangkan faedah diniyyah dan duniawiyyah, di antaranya, akan memperindah penampilan, membersihkan badan, menjaga kesucian, menyelisihi simbol orang kafir, dan melaksanakan perintah syariat. (Lihat Taisirul ‘Alam, 43).
      Dalil Pelaksanaan
      Hadits Rasulullah SAW.
      أَخْبَرَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ أَنْبَأَنَا وَكِيعٌ قَالَ حَدَّثَنَا زَكَرِيَّا بْنُ أَبِي زَائِدَةَ عَنْ مُصْعَبِ بْنِ شَيْبَةَ عَنْ طَلْقِ بْنِ حَبِيبٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَائِشَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشْرَةٌ مِنْ الْفِطْرَةِ قَصُّ الشَّارِبِ وَقَصُّ الْأَظْفَارِ وَغَسْلُ الْبَرَاجِمِ وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ وَالسِّوَاكُ وَالِاسْتِنْشَاقُ وَنَتْفُ الْإِبْطِ وَحَلْقُ الْعَانَةِ وَانْتِقَاصُ الْمَاءِ قَالَ مُصْعَبٌ وَنَسِيتُ الْعَاشِرَةَ إِلَّا أَنْ تَكُونَ الْمَضْمَضَةَ
      Telah mengkhabarkan kepada kami Ishaq bin Ibrahim, dia berkata; telah memberitakan kepada kami Waki', dia berkata; telah menceritakan kepada kami Zakariya bin Abu Zaidah dari Mush'ab bin Syaibah dari Thalq bin Habib dari Abdullah bin Az Zubair dari Aisyah dari Rasulullah : "Sepuluh perkara yang termasuk fithrah yaitu;
      1. Memotong kumis,
      2. Memotong kuku,
      3. Mencuci ruas-ruas jari,
      4. Memanjangkan   jenggot,
      5. Menggosok gigi,
      6. Memasukkan air ke hidung ketika berwudhu,
      7. Mencabut bulu ketiak,
      8. Mencukur bulu kemaluan,
      9. Meristinja`   menggunakan air.
      10. Mush'ab berkata; "Saya lupa yang ke sepuluh, kecuali berkumur-kumur."
      (HR. An-Nasa'i No 4954)

      Itulah teman-teman 10 fitrah/kesucian yang Nabi kita tercinta contohkan, semoga bermanfaat  ya..! dan menjadikan kita pribadi yang baik lagi dengan mengikuti sunnah2-NYA.


      Oleh : Ustadz  Zainal Abidin  Lc bin Syamsudin

      Pemandangan bahwa Allah lah
      yang mengatur pembagian rezki bagi seluruh makhluknya


      Yang kerja keras belum tentu mendapat banyak.
      Yang kerja sedikit belum tentu mendapat sedikit.

      Karena sesungguhnya sifat Rezeki adalah mengejar, bukan dikejar.
      Rezeki akan mendatangi,
      bahkan akan mengejar,
      hanya kepada orang yang pantas didatangi.

      Maka, pantaskan dan patutkan diri untuk pantas di datangi, atau bahkan dikejar rezeki.
      Inilah hakikat ikhtiar,

      Setiap dari kita telah ditetapkan rezekinya sendiri-sendiri.

      Karena ikhtiar adalah kuasa manusia, namun rezeki adalah kuasa Allah Azza Wajalla.
      Dan manusia tidak akan dimatikan, hingga ketetapan rezekinya telah ia terima, seluruhnya.

      Ada yang diluaskan rezekinya dalam bentuk harta,
      Ada yang diluaskan dalam bentuk kesehatan,
      Ada yang diluaskan dalam bentuk ketenangan, keamanan,
      Ada yang diluaskan dalam kemudahan menerima ilmu,
      Ada yang diluaskan dalam bentuk keluarga dan anak keturunan yang shalih,
      Ada yang dimudahkan dalam amalan dan ibadahnya.
      Dan yang paling indah, adalah diteguhkan dalam hidayah Islam.

      Hakikat Rezeki bukanlah hanya harta, rezeki adalah seluruh rahmat Allah Ta’ala.

      8 Jenis/macam rezki dari Allah SWT

      Adapun 8 Jenis rezeki dari Allah taala :

      1. Rezeki Yang Telah Dijamin.

      ‎وَمَا مِن دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ

      “Tidak ada satu makhluk melatapun yang bergerak di atas bumi ini yang tidak dijamin ALLAH rezekinya.”
      (Surah Hud : 6).

      2.  Rezeki Karena Usaha.

      ‎وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَانِ إِلَّا مَا سَعَى

      “Tidaklah manusia mendapatkan apa-apa kecuali apa yang dikerjakannya.”
      (Surah An-Najm : 39).

      3. Rezeki Karena Bersyukur.

      ‎لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

      “Sesungguhnya jika kamu bersyukur pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu.”
      (Surah Ibrahim : 7).

      4. Rezeki Tak Terduga.

      ‎وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا( ) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

      “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya jalan keluar dan memberi nya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.”
      (Surah At-Thalaq : 2-3).

      5. Rezeki Karena Istighfar.

      ‎فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا ( ) يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُم مِّدْرَارًا

      “Beristighfarlah kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, pasti Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan memperbanyak harta.”
      (Surah Nuh : 10-11).

      6. Rezeki Karena Menikah.

      ‎وَأَنكِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ

      “Dan nikahkanlah orang-orang yg masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak dari hamba sahayamu baik laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, maka Allah akan memberikan ke- cukupan kepada mereka dengan kurnia-Nya.”
      (Surah An-Nur : 32).

      7. Rezeki Karena Anak.

      ‎وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ نَّحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ

      “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu kerana takut miskin. Kamilah yang akan menanggung rezeki mereka dan juga (rezeki) bagimu.”
      (Al-Israa’ : 31).

      8. Rezeki Karena Sedekah

      ‎مَّن ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً

      “Siapakah yang mahu memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (infak & sedekah), maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipatan yang banyak.”
      (Qur'an Surah Al-Baqarah : 245).

      ~ Wallahu musta’an ­~



      Bila engkau anggap shalat itu hanya sebagai penggugur kewajiban, maka kau akan terburu-buru mengerjakannya.
      Bila engkau anggap shalat hanya sebagai sebuah kewajiban, maka kau tak akan menikmati hadirnya Allah saat kau mengerjakannya.
      Anggaplah shalat itu pertemuan yang kau nanti dengan Tuhanmu.
      Anggaplah shalat itu sebagai cara terbaik kau bercerita dengan Allah SWT.
      Anggaplah shalat itu sebagai kondisi terbaik untuk kau berkeluh kesah dengan Allah SWT.
      Anggaplah shalat itu sebagai seriusnya kamu dalam bermimpi.
      Bayangkan ketika "adzan berkumandang," tangan Allah melambai kepadamu untuk mengajak kau lebih dekat ldenganNya
      Bayangkan ketika kau "takbir," Allah melihatmu, Allah tersenyum untukmu dan Allah bangga terhadapmu.
      Bayangkanlah ketika "rukuk," Allah menopang badanmu hingga kau tak terjatuh, hingga kau merasakan damai dalam sentuhan-Nya.
      Bayangkan ketika "sujud," Allah mengelus kepalamu. Lalu Dia berbisik lembut di kedua telingamu: Aku mencintaimu wahai hambaKu."
      Bayangkan ketika kau "duduk di antara dua sujud," Allah berdiri gagah di depanmu, lalu mengatakan:
      "Aku tak akan diam apabila ada yang mengusikmu."
      Bayangkan ketika kau memberi "salam," Allah menjawabnya, lalu kau seperti manusia berhati bersih nan suci,

      Setelah itu...Subhanallah..!! sungguh nikmat shalat yang kita lakukan. tidak akan rugi orang yang membacanya dan beruntunglah orang-orang yang mengamalkannya.
      Barakallahu fiikum, Wassalamualaikum
      Maafkanlah aku ya Allah yg tak pernah memperhatikan  kesempurnaan sholatku.

      Post.Pemuda mta tangerang

      ,


      Dipost Tanggal : 27 February 2018 | Oleh : AgusRiyanto

      TANGERANG - Pemuda MTA nampak antusias mendengarkan pengarahan dan tausiyah ketua umum pemuda MTA pusat Ustadz DR (Eng).Wahyul amien syafei,S.T, M.T. 
      Acara NGOPI (Ngobrol pemuda Islam) Pemuda MTA Tangerang ini dilaksanakan di Gedung Pengajian MTA Tangerang jalan untung suarapai 2 No.38 cimone jaya, karawaci, tangerang. Pada senin, 26 Februari 2018.




      Sedikit gambaran acara NGOPI MTA, yaitu kegiatan kajian yang dipelopori oleh Pemuda Mta tangerang yang biasanya kajian dilaksanakan di cabang/perwakilan MTA sekitar Banten raya, masjid-masjid, atau kediaman pengurus MTA dengan tujuan selain media dakwah juga media silaturahmi. kegiatan NGOPI MTA ini sudah berjalan sejak tahun 2016 silam, dan sekarang adalah edisi ke-7 NGOPI MTA tangerang.




      Dalam Ngopi mta ke-7 ini pemuda berkenan silaturahmi dengan Ketua pemuda mta pusat disela-sela kunjungan beliau  ke Jakarta pada waktu itu beliau berkenan bersilaturahmi ke tangerang untuk sekedar tatap muka dan bertemu pemuda MTA di sektor banten tersebut. silaturahmi ini diikuti oleh lebih dari 100 pemuda di wilayah Banten & Jakarta barat, yaitu Pemuda MTA Kota Tangerang, Pemuda MTA Pasar Kemis, Pemuda MTA Cilegon, Pemuda MTA Panongan, Pemuda MTA Jakarta Barat.
      Dalam kesempatan itu Ustadz Wahyul menyampaikan perasaan bahagia dan senang karena dapat berkesempatan untuk bersilaturahmi dengan pemuda mta banten, beliau berpesan untuk para pemuda MTA untuk senantiasa semangat dan istiqomah dalam ikut berdakwah menyampaikan ilmu yang telah dipelajari didalam mengaji, beliu juga menambahkan bahwa salah satu tugas pemuda mta adalah membantu/support pengurus dalam mengabdi kepada umat dan yang perlu digaris bawahi pula bahwa generasi muda adalah estafet kepemimpinan nantinya.

      Post.Pemuda mta tangerang


    Top